"Lakukanlah apa yang bermanfa'at untuk dirimu dan berpegang teguhlah dengannya"

Bab Haji

Para Imam Mazhab telah menyepakati bahwa Haji merupakan salah satu rukun Islam. ia adalah fardhu yang di wajibkan atas setiap muslim yang merdeka, dan mempunyai kemampuan, dalam seumur hidup sekali.

Haji yang dimaksud di sini menurut syariat  ialah menyengaja mengunjungi Ka'bah (rumah suci) untuk melakukan beberapa amaliah ibadah, dengan syarat-syarat tertentu. pendapat ulama menentukan permulaan haji ini tidak sama, sebagian mengatakan pada tahun ke enam, yang lain mengatakan pada tahun kesembilan hijriyah. 
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw telah berkata dalam orasinya :
يَااَيُّهَاالنَّاسُ قَدَفَرَضَ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوْافَقَالَ رَجُلٌ اَكُلَّ عَامٍ يَارَسُولَ اللَّهِ فَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا فَقَالَ النَبِيُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْقُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَّااسْتَطَعْتُمْ ذَرُوْنِى مَاتَرَكْتُكُمْ
Artinya : "Hai manusia ! sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kamu mengerjakan ibadah haji, maka hendaklah kamu kerjakan. seorang sahabat bertanya : "Apakah tiap tahun Ya Rasulullah..? beliau diam tidak menjawab dan sahabat yang bertanya itu mendesak sampai tiga kali. kemudian Rasulullah Saw berkata : "kalau saya jawab 'Ya' sudah tentu menjadi wajib tiap-tiap tahun, sedangkan kamu tidak akan kuasa mengerjakannya, biarkanlah saja apa yang saya tinggalkan." (artinya jangan di tanya karena boleh jadi jawabannya memberatkan kamu) HR.Ahmad-Muslim dan Nasa'i

Haji diwajibkan kepada orang yang mampu, satu kali seumur hidupnya sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Imran ayat 97 :
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلاَ
Artinya : "Dan (diantara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu." (lihat surat Al-Baqarah ayat (2) : 125)

Haji wajib dikerjakan dengan segera, artinya orang yang telah mencukupi syarat-syarat akan berangkat haji tetapi masih di lalaikan juga (tidak dikerjakan di tahun itu) maka ia berdosa. sedangkan menurut mendapat imam yang empat demikian : dimustahabkan bagi orang yang telah berkewajiban haji untuk cepat-cepat mengerjakannya. tetapi boleh ia menundanya, demikian menurut pandapat Imam Syafi'i karena ibadah haji panjang waktunya. sedangkan menurut pendapat imam Hanafi, Imam Malik dalam pendapatnya yang masyhur serta pendapat Imam Hambal yang jelas : "Wajib dilaksanakan dengan segera, dan tidak boleh menunda-nunda jika sudah berkewajiban. 

Orang yang  berkewajiban Haji, tetapi tidak mengerjakannya sehingga ia meninggal sebelum dapat mengerjakannya, maka gugurlah kewajiban dari dirinya. Demikian menurut kesepakatan para Imam Mazhab. Adapun jika ia meninggal sesudah memungkinkan untuk mengerjakan haji, maka kewajiban tersebut tidak gugur dari dirinya, ini menurut pendapat Imam Syafi'i dan Imam Hambali. oleh karena itu ia wajib dihajikan oleh orang lain dengan biaya yang di ambil dari hartanya, baik ia mewasiatkan hal itu maupun tidak, sebagaimana hutang. Imam Malik dan Imam Hanafi berpendapat : Kewajiban hanya gugur lantaran kematian, dan keluarganya tidak di wajibkan mengerjakannya, kecuali kalau ada wasiat, maka ia di hajikan dengan biaya dari sepertiga harta pusakanya. 

عَنِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ النَبِيُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعَجَّلُوااِلَى الْحَجِّ فَاِنَّ اَحَدَكُمُ لَايَدْرِى مَايَعْرِضُ لَهُ
Dari Ibnu Abbas ra, telah berkata Rasulullah Saw : "Hendaklah kamu bersegera mengerjakan Haji, maka sesungguhnya seseorang tidak akan menyadari sesuatu halangan yang akan  merintanginya." (HR.Ahmad)

Syarat wajib haji adalah mempunyai kemampuan untuk mengerjakannya sendiri, atau untuk di kerjakan orang lain karena tidak mampu mengerjakannya sendiri. kemampuan yang di kehendaki pada orang yang berhaji sendiri adalah bekal dan kendaraan. adapun orang yang tidak mempunyai keduanya, tetapi sanggup berjalan kaki dan sanggup pula berusaha dalam perjalanannya untuk memperoleh nafkah, maka orang tersebut di sunnahkan melaksanakan haji. demikian menurut kesepakatan para Imam Mazhab. 

Adapun Syarat-Syarat Wajib Haji diantaranya :
  • Islam
  • Berakal
  • Baligh
  • Merdeka / Kuasa
Pengertian Kuasa ada dua macam :
  • Kuasa mengerjakan haji dengan sendirinya, dengan beberapa syarat yang berikut :
  1. Mempunyai bekal (belanja) yang cukup untuk pergi ke Mekah dan pulangnya. jika perbelanjaanya diperoleh dari jalan meminta-minta maka ibadah haji yang demikian hukumnya makruh. Imam Malik berpendapat : Jika orang tersebut sudah terbiasa meminta-minta maka ia wajib haji.
  2. Ada kendaraan yang pantas dengan keadaannya, baik kepunyaan sendiri maupun dengan jalan menyewa. syarat ini bagi orang yang jauh tempatnya dari Mekah dua marhalah (80-640 km). orang yang jaraknya kurang dari itu sedangkan ia kuat berjalan kaki, maka ia wajib mengerjakan haji. adanya kendaraan tidak menjadikan syarat kepadanya.
  3. Aman sentosa dalam perjalanan, artinya biasanya dimasa itu orang-orang yang melalui jalan itu selamat dan sentosa, akan tetapi jika lebih banyak yang celaka atau sama banyak yang celaka dan yang selamat, maka tidak wajib pergi haji, justru sebaliknya bisa menjadi haram jika banyak yang celaka dari pada yang selamat.
  4. Syarat wajib haji bagi perempuan, hendaklah ia berjalan bersama dengan muhrimnya atau bersama dengan suaminya dan atau bersama dengan orang perempuan yang dapat di percaya. dan perempuan tersebut tidak wajib haji jika tidak ada orang yang dapat menjaga keselamatan dirinya, seperti  suami dan muhrimnya. demikian menurut pendapat Imam Hanafi dan Imam Hambali. bahkan keduanya berpendapat : tidak boleh ia berhajji  kalau tidak beserta suami atau muhrimnya, tetapi ia boleh berhaji beserta rombongan para wanita. Imam Syafi'i berpendapat : "boleh beserta rombongan perempuan yang di percaya. ia juga berpendapat dalam kitab Al-Imla : "boleh beserta perempuan lain walaupun seorang. dalam riwayat lain, Imam Syafi'i berpendapat : "Apabila perjalanannya aman, ia boleh berhaji tanpa ataupun disertai perempuan lain.
  • Kuasa mengerjakan haji yang bukan di kerjakan oleh orang yang bersangkutan. tetapi dengan jalan mengganti dengan orang lain, umpama seorang yang telah meninggal dunia, sedangkan ia diwaktu hidupnya telah mencukupi syarat-syarat wajib haji, maka hajinya wajib dikerjakan oleh orang lain, dan biaya mengerjakannya di ambil dari harta peninggalannya, sebelum di bagi, caranya sama dengan hal mengeluarkan hutang-piutang kepada manusia.
عَنِ بْنِ عَبَّاسٍ اِنَّ مْرَاَةً مِنْ جُهَينَةَ جَاءَتْ اِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ اِنَّ اْمِ نَذَرَتْ اَنْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ اَفَاحُجُّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّى عَنْهَااَرَاَيْتِ لَوْكَانَ عَلَى اُمِّكِ دَيْنٌ اَكْنِتْ قَاضَيْتِهِ اقْضُوااللَّهُ فَااللَّهُ اَحَقَّ بِالْوَفَاءِ
Artinya : "Dari Ibnu Abbas ra, bahwa seorang perempuan dari kabilah Juhainah telah datang kepada Nabi Saw katanya : "Sesungguhnya ibuku telah bernazar akan pergi haji, tetapi tidak pergi dia, sampai dia mati, apakah boleh saya kerjakan haji untuk dia..? jawab Nabi Saw : "Ya boleh" kerjakanlah olehmu hajinya, bagaiman pendapatmu jika ibumu sewaktu mati meninggalkan hutang, bukankah engkau yang membayarnya..? hendaklah kamu bayar hak Allah sebab hak Allah itu lebih utama di sempurnakan."

Orang yang tidak sanggup bergerak dan tidak sanggup berhaji sendiri karena sudah tua sekali atau menderita penyakit yang tak dapat di harapkan kesembuhannya, akan tetapi ia mempunyai harta untuk mengupah orang lain, ia wajib mengerjakan haji. ia bisa menyuruh orang lain mengerjakannya dengan diberi upah dan tetap menjadi tanggung jawabnya, jika orang itu tidak melakukan hal tersebut. Demikian menurut pendapat tiga Imam Mazhab, sedangkan Imam Malik berpendapat : orang yang tidak sanggup bergerak tidak di wajibkan berhaji, melainkan atas orang yang sanggup mengerjakannya sendiri.

Apabila seseorang mengupah orang lain untuk berhaji maka hajinya adalah hak orang yang mengupah. demikian kesepakatan Imam Mazhab, kecuali Imam Hanafi yang berpendapat bahwa ibadah hajinya untuk orang yang mengerjakannya. sedangkan orang yang mengupahnya hanya mendapatkan pahala dari pembelanjaannya.

عَنِ بْنِ عَبَّاسٍ اِنَّ مْرَاَةًهِنْ خَشْعَمٍ قَالَتْ يَارَسُوْلَ اللَّهِ اِنَّ اَبِى اَدْرَكَتْهُ فَرِيْضَةُ اللَّهِ فِى الْحَجِّ شَيْجً كَبِيْرًا لاَ يَسْتَطِيْعُ اَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى ظَهْرِبِعِيرِهِ قَالَ فَحُ جِّي عَنَهُ
Artinya : "Dari Ibnu Abbas ra, bahwasanya seorang perempuan dari kabilah khasy'am telah bertanya kepada Nabi Saw : sesungguhnya bapak saya telah mendapatkan kewajiban haji sedang ia sudah tua, tidak dapat tetap di atas ontanya. jawab Rasulullah Saw "Hendaklah engkau kerjakan hajinya". (Riwayat Jama'ah Ahli Hadits)

Orang yang belum berhaji untuk dirinya sendiri, tidak di bolehkan menghajikan orang lain. jika orang yang belum berhaji menghajikan orang lain, maka haji tersebut untuk orang yang menghajikannya demikian menurut pendapat yang masyhur dalam mazhab Hambali. menurut riwayat lain dari Hambali : ihram tersebut tidak sah untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain. Imam Hanafi dan Imam Malik berpendapat : boleh di kerjakan orang lain tetapi makruh hukumnya.

Anak-anak yang belum baligh belum sampai umur dan hamba, keduanya sah mengerjakan haji dan umrah. amal keduanya menjadi amal sunnah. apabila anak sudah sampai umur atau hamba sudah merdeka, maka keduanya wajib haji kembali, karena syarat sah wajib itu hendaklah di kerjakan oleh orang yang baligh dan merdeka.

Sedangkan para Imam Mazhab telah sepakat bahwa anak kecil tidak di wajibkan haji, dan kewajiban haji tidak menjadi gugur  darinya jika ia telah mengerjakan haji sebelum baligh. adapun mengenai ihramnya, apabila ia telah mendapat izin dari walinya, maka hal itu sah. demikian menurut pendapat Imam Malik dan Imam Syafi'i.

Orang buta, apabila ia mempunyai atau mendapatkan orang yang menuntunnya  atau menunjukkan jalannya, maka ia wajib mengerjakan ibadah hajinya sendiri. dan tidak boleh orang lain untuk menggantikannya, demikian menurut tiga Imam Mazhab.

Tiga Imam Mazhab sepakat bahwa sah haji dengan salah satu cara di antara tiga cara haji masyhur antara lain :
  1. Ifrad
  2. Tamattu
  3. Qiran
Bagi setiap mukalaf secara mutlak dan tidak di makruhkan. Imam Hanafi berpendapat : tidak di syariatkan bagi penduduk mekah mengerjakan haji secara tamattu dan qiran, dan di makruhkan bagi mereka mengerjakan kedua cara tersebut.

Para Imam Mazhab berbeda pendapat tentang mana yang lebih utama di antara ketiga cara haji tersebut. Imam Hanafi berpendapat : Qiran lebih utama, lalu Tamattu' bagi orang yang datang dari jauh, kemudian Ifrad. Imam Malik mempunyai dua pendapat dalam hal ini. pertama Ifrad lalu Tamattu, kemudian Qiran. kedua Tamattu yang lebih utama. mayoritas di indonesia umumnya memakai mazhab Imam Syafi'i, dan beliau juga mempunyai dua pendapat dan yang paling sahih adalah Ifrad, lalu Tamattu; kemudian Qiran. sedangkan yang paling kuat menurut dalil yang telah di pilih oleh golongan ulama pengikutnya adalah Tamattu' lalu Ifrad karena ini merupakan untuk mendapatkan haji mabrur. ini juga pendapat Imam Hambali.

Orang yang bukan penduduk sekitar masjid Al-Haram jika berhaji secara tamattu, maka ia wajib membayar dam (denda) begitu juga orang yang mengerjakan haji secara qiran, yaitu dendanya seekor kambing. demikian menurut kesepakatan Imam Mazhab.

Adapun Rukun Haji diantaranya yaitu :
  • Ihram (niat mulai mengerjakan haji atau umrah). niat ini menjadi rukun pertama dalam haji seperti apa yang di katakan baginda Rasul dalam sabdanya :
اِنَّمَاالْاَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
Artinya : "Sesungguhnya segala amal ibadah hanya sah dengan niat." (HR.Bukhori)
  • Hadir di padang arafah pada waktu yang di tentukan, yaitu mulai dari tergelincirnya matahari (waktu dzuhur) tanggal 9 bulan haji sampai terbit fajar tanggal 10 bulan haji. artinya orang yang sedang mengerjakan haji itu wajib berada di padang arafah pada waktu tersebut. 
عَنْ عَبْدِالرَحْمَنِ يَعْمُرْ اَنَّ نَاسًامِنْ اَهْلِ نَجْدٍآتَوارَسُوْلَ اللَّهِ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَوَاقِفٌ بِعَرَفَةَ فَسَاَلُوْهُ فَاَمَرَمُنَادِيًايُنَادِ اَلْحَجُّ عَرَفَةُ مَنْ جَاءَلَيْلَهَ جَمِعِ قَبْلَ طُلُوْعِ الْفَجْرِفَقَدْ اَدْرَكَ
Artinya : "Dari Abdur Rahman bin Ya'mur : "bahwasanya orang-orang Najdi telah datang kepada Rasulullah Saw sewaktu beliau sedang berada di padang arafah. mereka bertanya kepada beliau, maka beliau terus menyuruh orang supaya mengumumkan : "Haji itu arafah' artinya : barang siapa yang datang pada malam sepuluh sebelum terbit fajar sesungguhnya ia telah dapat waktu yang sah". (Riwayat lima orang ahli hadits)
  • Thawaf (berkeliling ka'bah) Thawaf rukun ini dinamakan Thawaf ifadhah.
وَلْيَطَّوَّفٌوْابِالْبَيْتِ الْعَتِيْقِ 
Artinya : "Dan hendaklah mereka thawaf (mengelilingi) rumah yang tua itu (ka'bah)". Al-Haj : 29
  • Sa'i (berlari-lari kecil di antara dua bukit shafa dan marwah).
Dari Shafiyah binti Syaibah bahwasanya seorang perempuan telah mengabarkan kepadanya (Shafiyah) bahwa dia telah mendengar Nabi Saw berkata :
بَيْنَ الصَّفاوَالْمَروَةِ يَقُوْلُ كُتِبَ عَلَيْكُمُ السَّعْيُ فَاسْعَوْا
Artinya : "Diantara bukit shafa dan marwah" telah di wajibkan atas kamu sa'i. maka hendaklah kamu kerjakan." (Riwayat Ahmad)

Sa'i merupakan salah satu rukun diantara rukun-rukun haji dan umrah. Demikian menurut pendapat Imam Malik dan Imam Syafi'i. Hanafi berpendapat : 'Sa'i merupakan kewajiban yang dapat di ganti dengan membayar dam (denda). dari Imam Hambal di peroleh dua riwayat, pertama wajib kedua mustahab. pergi dari shafa ke marwah di hitung satu kali dan kembali dari marwah ke shafa dihitung kali yang kedua. demikian menurut semua Fuqoha.

  • Mencukur atau menggunting rambut, ini jika kita berpegang atas kata yang kuat, sekurang-kurangnya menghilangkan tiga helai rambut. pihak yang mengatakan bercukur menjadi rukun, beralasan karena tidak dapat di ganti penyembelihan.
  • Menertibkan rukun-rukun itu, ini merupakan wajib menurut pendapat Imam Mazhab (mendahulukan yang dahulu pada rukun-rukun haji) yaitu mendahulukan niat dari semua rukun yang lain dan seterusnya. 

Syarat Thawaf :
  • Tertutupnya Aurat.
اَ يَطُوْفُ بِاالْبَيْتِ عُرْيَانٌ
Artinya : "Orang yang bertelanjang tidak boleh thawaf (berkeliling ka'bah) HR.Bukhari Muslim
  • Suci dari pada hadast dan najis.
Dari Aisyah bahwasanya Nabi Saw ketika sampai Makkah adalah pekerjaan yang mula-mula beliau kerjakan ialah mengambil air sembahyang kemudian beliau thawaf". (Riwayat Bukhari Muslim)
  • Ka'bah itu hendaklah di sebelah kiri orang yang berthawaf.
Diriwyatkan dari Jabir bahwasanya Rasulullah Saw tatkala sampai di makkah telah mendekati ke hajar aswad, kemudian beliau sapu hajar aswad itu dengan tangan beliau, kemudian beliau berjalan kesebelah kanan beliau, berjalan cepat tiga kali berkeliling  dan berjalan biasa sampai empat kali berkeliling. (Hadist :Riwayat Muslim dan Nasa'i). sesudah Rasulullah menyapu hajar aswad beliau berjalan kesebelah kanan beliau dengan sendirinya ka'bah ketika itu di sebelah kiri beliau.
  • Permulaan thawaf itu hendaknya dari hajar aswad. keterangan hadits di atas.
  • Thawaf itu hendaknya tujuh kali.
  • Thawaf itu hendaknya di dalam masjid, karena Rasulullah Saw melakukan thawaf di dalam mesjid.
Niat thawaf yang terkandung dalam ibadah haji tidak wajib niat karena niatnya sudah terkandung dalam niat ihram haji. tetapi kalau thawaf itu sendiri bukan dalam ibadah haji seperti thawaf wada (thawaf karena akan meninggalkan makkah) maka wajib berniat. Niat thawaf disini menjadi  syarat sahnya thawaf itu. adapun macam-macam thawaf sebagai berikut :
  1. Thawaf Qudum (thawaf ketika baru sampai) sebagai sembahyang tahiyatulmasjid.
  2. Thawaf Ifadhah (thawaf rukun haji)
  3. Thawaf Wada (thawaf ketika akan meninggalkan makkah)
  4. Thawaf Tahallul (penghalalkan barang yang belum karena ihram)
Bacaan ketika thawaf : 
سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُلِلَّهِ وَلاَ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ اَكْبَرُ وَلَا حَوْل وَلَاقُوَّةَ اِلَّابِاللَّهِ
Dari Abu Hurairah ra bahwasanya ia telah mendengar Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang berkeliling ka'bah tujuh kali dan ia tidak berkata selain dari (bacaaan di atas) Maha Suci Allah dan segala Puji bagi Allah, tidak ada Tuhan yang patut di sembah kecuali Allah, Allah Maha Besar dan tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. orang yang membaca kalimat tersebut, dihapuskan dari padanya sepuluh kejahatan, dan di tuliskan sepuluh kebaikan, dan di angkat derajatnya sepuluh tingkat. (Riwayat Ibnu Majah)

Menurut Tiga Imam Mazhab, Thawaf Qudum (thawaf ketika baru sampai) hukumnya adalah sunnah. sedangkan Imam Malik berpendapat : Jika thawaf qudum di tinggalkan, padahal ia mampu mengerjakannya, maka ia dikenai dam (denda). dan diantara "syarat-syarat thawaf" adalah bersuci dan menutup aurat demikian menurut pendapat tiga Imam Mazhab. Imam Hanafi berpendapat: bukan syarat sahnya.

Para Imam Mazhab menyatakan bahwa dalam melakukan thawaf wajib bersuci. Imam Malik-Syafi'i dan Hambali berpendapat bahwa : orang yang sedang berthawaf lalu berhadast hendaknya ia berwudhu kemudian di lanjutkan thawafnya. tetapi dalam hal ini Imam Syafi'i mempunyai pendapat lain, yaitu harus memulainya kembali. 

Sumber : Fiqih Empat Mazhab karya Syekh al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi-Fiqih Islam karya Sulaiman Rasjid.












    



0 komentar:


jadwal-sholat